Judul:
Sepasang Sepatu Tua: Sepilihan Cerpen
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Ringkasan:
Kisah ini dibuka melalui cerpen pertama yang berjudul Sepasang Sepatu Tua dengan latar cerita
tokoh Aku yang membeli sepatu di China Town, San Fransisco, yang berwarna merah
kecoklatan dengan sol tebal dan kuat, yang mirip bentuknya dengan sepatu bot.
Berawal dari sepatu yang ia pakai sejak berangkat dari Indonesia, tiba-tiba
jebol dan solnya menganga. Menurut seorang Ph.D.candidate, sepatu itu buatan
India yang terbuat dari kulit sapi. Tetapi tokoh Aku tidak percaya. Sebab,
kulit sapi mana mungkin dijadikan sepatu untuk diinjak-injak. Di India, sapi
dianggap hewan suci.
Semenjak kejadian jam tangan yang rusak menimpanya, ia
tidak ingin lagi untuk memperbaiki sepatunya yang rusak. Ketika ia tahu
sepatunya rusak, ia langsung mencari took sepatu dan memasukinya. Ia tertarik
dengan salah satu sepatu yang warna dan bentuknya memikat. Tapi harganya mahal
dan ia tidak punya uang yang cukup. Lalu, ia memutuskan untuk membeli sepatu
itu. Ada dua alasan mengapa ia membeli sepatu itu. Pertama, ia tidak perlu
merasa bersalah membeli sepatu itu dan menginjak-injak walaupun itu sepatu
kulit binatag suci; kedua, sepulangnya ia ke Indonesia, ia bias menyombongkan
diri telah membeli sepatu Jerman di Amerika, di sebuah toko Cina.
Cerpen selanjutnya berjudul Rumah-Rumah, yang
menceritakan sebuah rumah yang merasakan kesedihan dan kekesalan akan
kelahirannya yang belum sempurna alias proses pembangunannya belum selesai.
Rumah itu merasakan kesal lantaran ia dibangun untuk
dijadikan kontrakan saja oleh pemiliknya, bukan malah menetap di rumah itu. Si Rumah
sebenarnya jika bias memilih ia tidak ingin menjadi sebuah rumah. Sebab, ia
tidak bisa memilih siapa penghuninya dan ia tidak bisa mengikuti kemana sang
pemilik rumah pergi.
Rumah itu memiliki luas 150 meter persegi, dengan hampir
semua ditanami banguna kecuali tiga kali enam meter persegi di depannya.
Selanjutnya, cerpen berjudul Arak-Arakan Kertas, yang
menceritakan tentang suasana rumah dari tokoh Aku yang di depan rumahnya banyak
anak kecil. Macam macam jenisnya. Ada yang merunduk, menari-nari, lari-lari
kecil bolak balik ke depan ke belakang, ada juga yang bermain ular naga. Namun,
anak-anak itu semua terbuat dari kertas.
Suatu malam, tokoh Aku merasakan anak-anak kertas itu
menguasai pikirannya. Anak-anak itu sering menimbulkan suara kresek-kresek dari
tubuh mereka meski suaranya terdengar lirih. Mereka terbuat dari bermacam-macam
kertas. Ada yang dari kertas koran bekas, bungkus rokok, ada yang warnanya
jingga, dan sebagainya. Tokoh Aku merasa senang karena anak-anak itu
menghangatkan suasana di sekitarnya.
Yang awalnya ia kira akan diajak bicara, ternyata ia
diajak untuk keliling kompleks. Tetapi, lama kelamaan ia merasa semakin asing. Ketika
ia mengikuti arak-arakan itu, ia merasa sedikit demi sedikit tubuhnya berubah
menjadi kertas. Lalu, ia merasa sedang berbaris dengan arak-arakan itu menuju
lapangan tempat pembakaran kertas.
Selanjutnya, cerpen berjudul Seorang Rekan di Kampus
Menyarankan Agar Aku Mengusut Apa Sebab Orang Memilih Menjadi Gila. Cerpen ini
memberi nasehat untuk kita agar sebagai manusia jika bertemu dengan orang gila
sebaiknya menanyakan apa sebab dari orang itu menjadi gila.
Komentar:
Kumpulan cerpen ini
memiliki cerita-cerita yang unik sehingga harus dipahami betul maksud dari
cerita-cerita tersebut. Kumpulan cerpen ini ada beberapa yang juga memberikan
pesan moral bagi para pembacanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar