Kamis, 26 Desember 2019

Resensi Lima Cerpen karya Sapardi Djoko Darmono


Resensi
Lima Cerpen Sapardi Djoko Darmono

     Sapardi Djoko Darmono lahir di Solo, 20 Maret 1940. Beliau terkenal sebagai penulis puisi, novel, essai, dan cerita pendek. Beberapa kumpulan cerita pendek beliau diterbitkan. Buku pertama ialah kumpulan cerpen dengan Judul Sepatu Tua, dan kemudian dilanjut dengan terbitnya kumpulan cerpen berjudul Menghardik Gerimis. Beliau juga dikenal sebagai penyair yang karya-karya puisinya banyak dilagukan oleh pasangan Reda Gaudiamo dan Ary Malibu.

     Pada cerpen ini, terdapat 5 judul cerita, yaitu Wartawan Itu Menunggu Pengadilan Terakhir, Dalam Tugas, Naik Ka-Er-El, Naik Garuda, dan Meditasi Sunan Kalijaga. Saya akan membahas satu per satu secara singkat.

Ringkasan:
     Wartawan Itu Menunggu Pengadilan Terakhir, cerpen dengan latar mengisahkan seorang wartawan yang meninggal ketabrak angkot ketika sedang naik motor melaju ke sebuah rumah sakit untuk bezuk seorang rekan yang koma. Ketika sudah meninggal, ia bertemu malaikat. Tak hanya itu, ia ternyata masih seperti ketika ia yang masih hidup. Ia berkata pada malaikat ingin bertemu kakeknya. Ia menyiapkan beberapa pertanyaan jika bertemu dengan kakeknya, sama seperti ia masih hidup, yang hobi mewawancarai seseorang.

     Selanjutnya, Dalam Tugas. Cerpen ini mengisahkan seorang wartawan yang ditugaskan meliput berita peperangan di negara lain. Ia berada di pihak yang menang, sehingga ia aman. Sesuai dengan tugasnya, ia melihat dan memotret kejadian disana. Ia melihat seseorang yang berpakaian kumal dan menggunakan caping diatas kepalanya. Menurutnya, orang itu ialah petani. Petani itu ditembak hingga tewas didepan matanya. Kejadian itu sangat mengenaskan dan mencekam. Sebagai seorang wartawan, ia merasa tegang tapi ia harus tetap menjalankan tugasnya.

     Naik Ka-Er-El, mengisahkan tentang lelaki yang semasa hidupnya ia gunakan untuk bekerja. Selama ia bekerja di sebuah majalah berita yang masih berkantor di Senen, ia selalu menaiki angkot setiap harinya. Kepalanya selalu terkena pintu angkot hingga benjol. Oleh karena itu, orang-orang di kantornya menyarankan untuk naik kereta Ka-Er-El. Kejadian yang aneh pun terjadi ketika sepulangnya naik kereta. Ia pincang, ternyata kaki kanan dan kaki kirinya tidak sama panjang. Ia tak menyadari hal tersebut, justru sang anak yang menyadarinya. Kaki kiri itu bukan kakinya, hal ini disebabkan orang-orang di kereta sangat berdesakan keluar dari kereta hingga ia tidak menyadari kakinya tertukar.

     Cerpen selanjutnya berjudul Naik Garuda. Cerpen ini mengisahkan seorang lelaki yang merasa khawatir dan kapok. Lelaki itu khawatir jika terjadi kecelakaan. Ia juga merasa kapok karena lelaki tua di sampingnya tidak lagi terdengar ngorok. Ketika Garudaku sudah mendarat dan ketika ia berebut bangkit mengambil barang bawaan, lelaki tua itu tetap tak beranjak dari tempat duduknya.

     Meditasi Sunan Kalijaga, mengisahkan tentang tokoh aku yang menonton pertunjukan drama “Meditasi Sunan Kalijaga” dengan sahabatnya. Sepulang dari Jepang, sahabatnya mengajaknya menonton pertunjukan drama itu. Sahabatnya bisa meyakinkan bahwa pertunjukan itu akan berjalan istimewa. Tokoh aku pun percara pada pakar drama tersebut.
 
     Ketika berada di gedung pertunjukan, mereka dan penonton lainnya sangat antusias menunggu. 30 menit berjalan, muncul seekor kucing yang berjalan menyeberang panggung. Semua pandangan diarahkan kepadanya sampai kucing itu hilang. Tak lama berselang drama itu selesai, yang tidak diduga oleh penonton ialah pelaksana acara meminta maaf karena kucing yang lewat tadi itu tidak sengaja di luar rencana mereka tetapi mereka bangga karena tokoh pemeran Sunan Kalijaga tetap fokus pada meditasinya tanpa terganggu adanya kucing.

Komentar:
     Kelebihan kelima cerpen itu ialah ceritanya yang unik dan membuat pembacanya tidak terduga. Setiap ceritanya disajikan dengan singkat dan memiliki isi yang menarik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar