Sabtu, 28 Desember 2019

Resensi Novel "Ronggeng Dukuh Paruk" karya Ahmad Tohari


Resensi Novel “Ronggeng Dukuh Paruk”
                                                                                                                       
Judul Buku: Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis: Ahmad Tohari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 397
Ketebalan Buku: 2,5 cm
Tahun Terbit: 1982

Ringkasan:
     Pada tahun 1946, sebagian besar warga Dukuh Paruk meninggal dunia akibat keracunan tempe bongkrek. Dukuh paruk merupakan sebuah dukuh yang kecil dan menyendiri. Dukuh paruk mempunyai seorang moyang Ki Secamenggala yang dulunya sebagai bromocorah tetapi setelah meninggal orang-orang dukuh paruk pun memuja kuburanya. Bahkan kuburanya pun menjadi kiblat kebatinan mereka. Dukuh Paruk sangat khas dengan keseniannya yang berupa ronggeng dan calung. Bagi mereka, hidup tanpa kesenian tersebut terasa hambar. Seorang ronggeng dapat menjadi ronggeng sejati apabila roh inang masuk ke dalam tubuhnya. Namun, ronggeng di dukuh paruh telah lama mati.
     Di dukuh itu, terdapat sepasang kakek-nenek memiliki cucu, bernama Srintil, bocah yang baru berusia sebelas tahun yang mempunyai masa lalu yang menyedihkan, akan tetapi Serintil mempunyai suatu kelebihan yang tak jarang dimiliki oleh orang-orang yaitu menari selayaknya seorang ronggeng. Orang tua Srintil telah lama meninggal akibat keracunan tempe bongkrek.
     Suatu ketika ada tiga anak laki-laki sedang mencabut sebatang singkong di tanah kapur mereka adalah Rasus, Warta dan Dasun setelah singkongnya telah tercabut mereka pun sibuk mengupasinya dengan gigi mereka, seketika itu mereka melihat Serintil yang sedang asik menari sambil mendendang beberapa buah lagu kebangsaan Ronggeng lalu mereka pun menghampiri serintil dan ikut menari bersamanya. Ketiga anak tersebut menjadi sahabat Srintil. Mereka sering bermain bersama. Mereka sangat suka melihat Srintil menari dengan gemulai.
     Kehadiran Srintil mampu menghidupkan kembali citra Dukuh Paruk yang telah lama hilang. Meskipun Srintil masih kecil, ia mampu menari layaknya seorang ronggeng. Sakarya, kakek Srintil, yakin bahwa indang ronggeng yang direstui arwah Ki Secamenggala telah merasuk pada tubuh cucunya.
     Sakarya, kakek Srintil yakin jika cucunya mampu mengembalikan citra Dukuh Paruk. Ia sangat menyayangi Srintil apalagi semenjak meninggalnya orang tua Serintil, kakeknya lah yang merawatnya. Pada waktu itu Sakarya pun mengikuti gerak-gerik Serintil ketika menari, sungguh sangat bangganya ketika melihat Serintil menari. Dan kakeknya pun berpendapat bahwa serintil telah dirasuki oleh Indang Ronggeng.bercerita dan meminta tolong kepada Kartareja, lelaki sebayanya yang menjadi dukun ronggeng, ahli guna-guna, dan dapat membuat seorang ronggeng menjadi laris.
     Untuk menjadi ronggeng. Srintil harus dimandikan di depan cangkup makam Ki Secamenggala dan menyerahkan keperawanannya kepada laki-laki yang mampu memberi sejumlah uang.
     Sejak kecil, Rasus menaruh hati kepada Srintil. Saat mengetahui Srintil akan menjadi ronggeng, ia cemburu karena Srintil akan menjadi milik umum. Ketika Dower dan Sulam berusaha memperebutkan keperawanan Srintil, Srintil justru memilih menyerahkan keperawanannya kepada Rasus. Rasus pun tidak dapat menolak. Tetapi, setelah itu Srintil menjauh darinya dan ia merasa kehilangan.
     Rasus memutuskan untuk pergi ke Desa Dawuan. Saat itu perampokan sedang merajalela. Rasus memutuskan untuk bergabung dengan sekelompok tentara dibawah pimpinan Sersan Slamet. Ketika karirnya meningkat, ia dan Kopral Pujo ditugaskan untuk menjaga keamanan terhadap perampokan di Dukuh Paruk. Rasus dan Kopral Pujo berhasil melemahkan para perampok yang sedang menjalankan aksinya di rumah Kartareja. Selama beberapa hari Rasus tinggal bersama Srintil di rumah neneknya. Ketika Srintil meminta Rasus supaya menjadi suaminya, laki-laki itu menolak karena dirinya telah bersumpah untuk meninggalkan keramatnya dan ronggeng di Dukuh Paruk.
Komentar:
     Kelebihan dari novel ini digambarkan begitu jelas bagaimana pola pikir masyarakat sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi. Sedangkan kekurangan dari novel ini ialah banyak kata kata seronok dan kasar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar