Resensi Novel “Dilan 1990”
Judul
: Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990
Pengarang : Pidi Baiq
Penerbit : DAR! Mizan
Halaman : 330, tebal 20,5cm
ISBN
: 978-602-7870-41-3
Ringkasan:
Novel ini menceritakan sebuah kisah
seorang perempuan yang bernama milea. Milea merupakan seorang murid yang baru
saja pindah dari Jakarta. Karena pekerjaan orangtuanya ia jadi ikut pindah.
Ketika
Milea berangkat ke sekolah, dia bertemu dengan laki-laki teman sebayanya yang
kebetulan satu sekolah dengannya. Temannya itu bernama Dilan yang suka meramal.
Dilan yang suka meramal itu tiba-tiba meramal nanti mereka akan bertemu di
kantin sekolah.
Pada awalnya Milea peduli dengan lelaki
itu, tetapi Milea akhirnya merasa terganggu, karena setiap hari Dilan selalu
saja menghampiri Milea. Milea pun mau tidak mau mencari tahu siapakah Dilan
itu.
Ketika pulang sekolah, Dilan mengikuti
Milea menaiki angkot. Didalam angkot, Dilan diam-diam menatap wajah Milea. Lalu
berkata “Milea, kamu itu cantik, tetapi aku belum mencintaimu. Gak tau kalau
nanti sore, tunggu saja.” Kata-kata itu membuat jantung Milea berdegup kencang.
Mungkin ia kaget dengan ucapan Dilan. Seketika ucapan Dilan membuat Milea
teringat dengan pacarnya Beni, yang di Jakarta.
Usaha Dilan mendekati Milea menggunakan
cara yang cukup unik dan tak biasa. Seperti membawakan tukang pijat ketika
Milea sakit, memberikan hadiah sebuah coklat kepada Milea melalui POS. Mungkin karena
hal itu, Milea jadi terus memikirkannya.
Ketika Milea ulang tahun, Dilan memberi
sebuah TTS kepada Milea untuk kado ulang tahunnya, yang bertuliskan “Selamat
Hari Lahir Milea, Ini aku persembahkan hadiah untuk kamu, hanya sebuah TTS,
tapi semuanya sudah aku isi, kamu tidak perlu pusing mengisi TTS ini.”
Semakin berjalannya waktu, mereka semakin
akrab. Milea mengetahui info tentang Dilan dari beberapa temannya yang bernama
Wati, sepupu Dilan yang sekelas dengan Milea.
Suatu hari, sekolah mereka mendapatkan
kesempatan untuk ikut acara lomba cerdas cermat. Yang diselenggarakan oleh
TVRI. Para siswa yang tidak mengikuti lomba boleh memberikan semangat kepada
teman-temannya yang mengikuti. Milea dan Wati pun ikut. Milea pun sudah
memiliki rencana untuk bertemu pacarnya Beni. Beni datang dengan wajah penuh
emosi dan marah melihat Milea yang hampir makan dengan laki-laki lain selain
dirinya. Hubungan mereka usai saat itu juga. Tak lama dari itu, Beni mendatangi
Milea ke Bandung. Ia mengajak Milea untuk kembali menjadi pacarnya. Tetapi,
usahanya sia-sia, Milea menolak penawarannya.
Suatu ketika, Milea bertemu ibunya Dilan,
yang biasa dipanggil bunda oleh Dilan. Sifatnya tak jauh berbeda dengan anaknya
si Dilan. Bunda sangat senang bertemu dengan Milea. Bunda juga memberi dukungan
agar mereka jadian.
Pada akhirnya mereka berdua resmi
berpacaran. Sebagai bukti, Dilan membuat surat resmi dilengkapi materai. Uniknya,
isinya dibuat seperti teks proklamasi.
Komentar:
Kelebihan dari novel ini adalah bahasanya
yang digunakan begitu sederhana. Namun terasa nuasa romantisnya. Ceritanya juga
mudah dipahami sehingga membuat pembacanya bernostalgia masa-masa SMA. Kekurangan
novel ini, tidak konsisten dalam penggunaan gaya bahasa, seperti “gak” dan “engga”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar