Sabtu, 28 Desember 2019

Resensi Novel "Hujan" karya Tere Liye


  Resensi Novel “Hujan”
            Judul buku        : Hujan
Penulis              : Tere Liye
Penerbit            : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Halaman : 320 halaman
Ukuran                          : 13,5 x 20 cm
ISBN                : 978-602-03-2478-4

Ringkasan:
     Novel Hujan ini menceritakan tentang kisah dua tokoh utamanya yang bernama Lail dan Esok. Itu semua berawal dari Lail seorang gadis sederhana yang hanya tinggal di panti sosial yang ingin sekali menghilangkan ingatannya. Ia dibantu Elijah, sang terapis. Lail mengunjungi tempat terapis. Elijah juga menanyakan mengapa Lail ingin menghilangkan ingatannya, ternyata Lail ingin melupakan hujan. Karena hujanlah yang memulai kisah panjang tentang Lail. Hujan juga selalu turun di masa gelapnya.
     Delapan tahun yang lalu, 21 Mei 2042. Bayi ke sepuluh miliar lahir ke dunia. Letusan gunung Purba terjadi dengan sangat dahsyat, menyemburkan material vulkanik yang menghancurkan apa saja dalam radius ribuan kilometer. Letusan itu tak disangka berhasil mengurangi jumlah penduduk di dunia hanya dalam waktu hitungan menit. letusannya ini hanya menyisakan 10% manusia di bumi dan juga mengacaukan iklim serta cuaca bumi.
     Lail yang waktu itu masih berusia 13 tahun, mendadak sebatang kara. Laila harus kehilangan ibunya di depan matanya sendiri. Ayahnya bekerja di dekat pusat letusan sehingga bisa dipastikan bahwa Lail tidak akan bertemu lagi dengan ayahnya. Letusan itu telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya meninggal dalam kejadian yang tak terlupakan oleh dunia.
     Takdir membawa Lail bertemu dengan Esok atau yang bernama lengkap Soke Bahtera ini merupakan anak muda yang jenius dan pintar serta baik. Esok ialah Laki-laki yang menyelamatkan Lail dari reruntuhan tangga kereta api bawah tanah. Esok masih berusia 15 tahun saat itu. Pada usia 16 tahun harus pindah ke ibukota melanjutkan sekolah dan berhasil menciptakan mobil terbang yang pertama.
     Esok sudah lama kehilangan ayahnya, dan setelah bencana itu, Esok pun kehilangan ke-4 kakaknya. Sementara ibu Esok mengalami luka yang cukup parah, sehingga kedua kakinya harus diamputasi.
     Ia dan Lail berteman sangat dekat semenjak kejadian itu, Esok pun menjadi sosok kakak untuk Lail, yang kelak ia akan menjadi sosok yang sangat berharga bagi Lail. Mereka berteman dan menjadi sangat dekat hingga ternyata Lail mempunyai perasaan.
     Suatu hari ada kabar jika Esok akan diadobsi oleh orang kaya, hal itu membuat Lail sedih. Mereka harus berpisah, entah kapan akan bertemu lagi, tak ada yang tahu pasti. Nasib memisahkan mereka berdua. Walaupun demikian, merekah masih  tetap saling menghubungi, masih tetap saling bertukar kabar.
     Sementara Lail masuk ke panti sosial, tempat penampungan anak-anak seusianya. Di Panti Sosial inilah Lail bertemu dengan Maryam, gadis kecil yang akan menjadi sahabat baik Lail. Maryam seorang anak yang memiliki selera humor, berjiwa sosial, dan memiliki cita-cita yang kuat. Di panti sosial mereka diasuh oleh seorang ibu yang tegas dan ketus. Di panti sosial inilah Lail dan Maryam tumbuh dewasa dan mengejar angan mereka yang sempat mereka tepis jauh karena bencana dahsyat itu. Maryam pun menjadi tempat baru bagi Lail untuk berbagi harinya, untuk berbagi kisah hidupnya.
     Singkat cerita, Maryam tahu bahwa Lail punya perasaan untuk Esok. Maryam sering menggoda Lail tentang kedekatannya bersama Esok. Belakangan, Lail juga terlihat cemburu ketika Maryam menyebut-nyebut nama Claudia - adik angkat Esok.
     Semakin hari, Esok semakin sulit dihubungi karena kesibukannya berkuliah dan mempersiapkan kelulusan.
     Suatu hari Esok memberitahu Lail bahwa dia sedang dalam proyek pembuatan kapal yang bertujuan untuk membawa manusia keluar dari bumi karena semenjak letusan gunung supervolcano itu, keadaan bumi semakin parah dan tidak layak lagi menjadi tempat hidup untuk manusia.
     Esok juga membocorkan rahasia bahwa tidak semua orang boleh naik ke kapal itu. Esok memberitahu Lail bahwa dirinya hanya punya satu tiket karena Esok sendiri adalah teknisi yang punya peranan penting dalam pembuatan kapal itu. Sisa tiketnya dipilih secara acak oleh mesin. Hanya mereka yang punya gen terbaik yang boleh ikut. Selebihnya mau tak mau harus tetap tinggal di bumi.
     Suatu ketika, Lail bertemu dengan walikota. Walikota meminta Lail untuk memberikan tiket miliknya kepada Claudia - adik angkat Esok. Mengapa walikota meminta demikian padahal Lail tidak punya tiket apa-apa? Ternyata, walikota tahu bahwa Esok ternyata punya dua tiket. Tambah lagi, Walikota juga sudah tahu bahwa Esok akan memberikan satu tiket kepada orang yang dia cintai - Lail. Itulah mengapa walikota meminta Lail untuk mengorbankan tiket  miliknya.
     Lail tidak menjawab apa-apa karena dia tidak tahu-menahu tentang dua tiket milik Esok. Hanya Esok yang tahu tentang hal itu. Lagipula, sejauh ini belum ada kabar apa-apa dari Esok karena dia tidak bisa dihubungi.
     Sehari sebelum kapal berangkat walikota menemui Lail kembali untuk mengucapkan terima kasih kepada Lail. Esok akhirnya mau memberikan tiketnya untuk Claudia. Padahal Lail pernah membahas masalah tiket dengan Esok. Lail sendiri juga masih belum ada menerima kabar dari Esok,. Apakah Esok memang lebih memilih Claudia?
     Akhirnya Lail mengambil kesimpulannya sendiri bahwa sesungguhnya Esok memang lebih mencintai Claudia daripada dirinya. Benar apa kata Maryam. Lail pun patah hati.
     Ternyata dugaan mereka salah! Esok tidak bisa dihubungi karena dia sedang sibuk membuat kloning otaknya. Memang satu tiket itu diberikan untuk Claudia, karena Esok tidak ikut naik ke kapal itu. Ia memilih untuk tinggal bersama Lail, orang yang dia cintai. Begitu mendengar kabar tentang Lail ingin terapi menghilangkan ingatan, Esok langsung pergi mengejarnya ke tempat terapi.


Komentar:
     Novel ini memiliki kelebihan membuat pembacanya menebak-nebak isi dari ceritanya. Plot-twist nya juga diluar dugaan. Dan kekurangan novel ini ialah tokoh Lail yang terkesan lemah dan tidak berinisiatif apa-apa serta cengeng.

     Dengan tegar Lail menjalani hidupnya, waktu berlalu begitu cepat. Hari berganti hari, iklim pun terus berubah. Lail beranjak tumbuh dewasa, sambil terus menerka-nerka: kan kemana ujung kisah hidupnya akan bermuara.
     Segala pahit manis kehidupan telah di laluinya, berjuta memori mengisi hari-hari Lail. Tentang kebahagiaan, tentang kesedihan, tentang pertemuan, tentang perpisahan, tentang cinta, tentang hujan. Semuanya berkelanyut di kepala Lail. Sehingga membuat Lail sedih, bingung dan merasa sesak, yang akhirnya Lail nekat menemui dokter ahli saraf untuk menghapus sebagian ingatannya, yakni ingatannya tentang hujan, terutama tentang Esok.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar