Rabu, 25 Desember 2019

Resensi Novel “Sepatu Dahlan” karya Khrisna Pabichara


Resensi Novel “Sepatu Dahlan”

Judul                   :Sepatu Dahlan
Penulis                :Khrisna Pabichara
Penerbit              :Noura books ( PT Mizan Publika )
Ketebalan Buku :392 hlm
Tahun Terbit      :Mei 2012

Ringkasan:
     Dahlan Iskan ialah lelaki berasal remaja berasal dari kebon Dalem. Kebon Dalem ialah sebuah kampong kecil yang terletak di Magetan, Jawa Timur, dengan enam buah rumah atau sebut saja gubuk, yang letaknya saling berjauhan. Tempat itu didomisili masyarakat kurang mampu. Terdapat banyak pepohonan besar. Disana masyarakatnya mayoritas bekerja sebagai buruh dan petani. Ada juga beberapa petak sawah yang ditanami padi atau jagung, tetapi tak seberapa dibanding tebu-tebu yang tingginya kini sudah nyaris dua setengah meter. Di ladang-ladang tebu itu, kehidupan Dahlan Iskan berlangsung.
     Perekonomian keluarganya yang kurang mampu, tidak menyurutkan niat Dahlan untuk bersekolah di Sekolah Rakyat (SR). karena baginya, kemiskinan bukan penghalang untuk menuntut ilmu. Dahlan Iskan mempunyai mimpi yang sederhana, yaitu memiliki sepatu dan sepeda. Namun, mimpinya seketika musnah karena himpitan ekonomi keluarganya. Sejak kecil kedua orang tuanya selalu menekankan bahwa hidup miskin bukan berarti harus meminta-minta untuk dikasihani, melainkan harus dihadapi dengan bekerja dan berusaha. Tak jarang juga Dahlan hanya meminum teh bahkan berpuasa untuk menahan lapar.
     Masa-masa terberat dalam hidupnya yaitu ketika ibunya sakit. Ia hanya hidup berdua dengan adiknya tanpa makanan sedikit pun. Perih karena rasa lapar seringkali dialaminya, sampai-sampai ia dan adiknya harus melilitkan sarung di perutnya untuk menahan perih lambungnya karena lapar.
     Pernah suatu hari, Dahlan berniat mencuri tebu milik salah seorang warga. Namun gagal karena tertangkap oleh pemiliknya. Kabar Dahlan tertangkap mencuri tebu terdengar oleh sang kakak. Lalu sang kakak berpesan kepada Dahlan “Ojo mlarat, yang penting tetap jujur!” (Kita boleh miskin harta, tapi kita tidak boleh miskin iman), kata itulah yang membuat Dahlan berniat tidak akan mencuri lagi.
     Keadaan semakin berat ketika ibunya meninggal dunia akibat penyakit liver. Dahlan menyadari hidup tanpa seorang ibu bukanlah hal yang mudah. Ia berusaha untuk mengukir prestasi di sekolahnya di Tsanawiyah Takeran. Ia berhasil menjadi kapten voli dan juga terpilih menjadi pengurus Ikatan Santri Pesantren Takeran. Karena tidak memiliki sepatu, selama ini ia bermain voli tanpa alas kaki apapun. Untuk mewujudkan mimpinya memiliki sepatu, Dahlan mengumpulkan uang melalui hadiah dari kemenangannya di pertandingan voli dan juga pekerjaannya sebagai pelatih voli. Hingga akhirnya mimpi Dahlan terwujud untuk mempunyai sepatu dan sepeda.
     Dahlan Iskan ini ialah orang yang selalu giat berusaha dalam menghadapi berbagai rintangan dan ganasnya kehidupan. Semua usaha yang ia lakukan sejak kecil ternyata membuahkan hasil yang berlimpah. Danlan yang sejak kecil memiliki keterbatasan ekonomi, kini ia berhasil merubah nasib dalam hidupnya sekaligus sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi orang lain.
Komentar:
     Kelebihan buku ini terdapat pada gaya bahasanya yang sederhana, tidak bebelit-belit sehingga mudah dimengerti. Dan kekurangan buku ini terdapat pada penggunaan alur. Penulis menggunakan alur maju di setiap babnya, namun alur antar bab tidak menentu (maju-mundur).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar