Kamis, 26 Desember 2019

Resensi Buku Kumpulan Cerpen "Menghardik Gerimis" Sapardi Djoko Darmono


Resensi Kumpulan Cerpen “Menghardik Gerimis”
Judul Buku: Menghardik Gerimis
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama
Tebal: VI + 96


     Sapardi Djoko Darmono terkenal sebagai penulis puisi, novel, essai, dan cerita pendek. Beberapa kumpulan cerita pendek beliau diterbitkan. Buku pertama ialah kumpulan cerpen dengan Judul Sepatu Tua, dan kemudian dilanjut dengan terbitnya kumpulan cerpen berjudul Menghardik Gerimis.

Ringkasan:
     Kisah ini dibuka melalui cerpen pertamanya yang berjudul Menghardik Gerimis dengan latar cerita seorang perempuan cantik dan suaminya yang menyukai hujan namun mereka memiliki perbedaan. Perempuan cantik itu tidak suka bila suaminya menghardik gerimis. Padahal suaminya itu sangat mencintai hujan.

     “Kalau hujan sekalian tidak apa-apa, aku suka,” (Halaman 3)

     Setiap mendengar suara rintik-rintik di pohon ataupun genteng, lelaki itu sangat membencinya. Ia mempunyai alasan tersendiri mengapa ia membenci gerimis. Sebab, basahnya gerimis membuat lelaki itu patah tulang karena terpleset di lantai beranda. Bagi suaminya, gerimis itu selalu jatuh pelan-pelan, diam-diam, tidak memberi tahu, dan membasahi lantai. Tidak seperti hujan yang jatuhnya selalu terus terang dan jelas suaranya.

     Sang istri yang sedang mengandung bayi tujuh bulan itu, khawatir jika suaminya akan membenci anaknya layaknya membenci hujan. Ia berharap anaknya terlahir dengan jenis kelamin perempuan yang lembut dan berwatak santun seperti gerimis.

     Selanjutnya cerpen berjudul Jalan Lurus. Cerpen ini menceritakan tentang apa yang dirasakan jalan lurus itu setiap hari. Sebenarnya jalan ini merasa tidak suka dengan dirinya sendiri yang tidak boleh berbuat lain selain terus-menerus lurus. Orang-orang yang menamakannya jalan lurus.

     Cerpen ketiganya berjudul Surat. Menceritakan tentang surat berwarna merah jambu yang diberikan Seno pada perempuan yang ia cintai. Surat itu diberi lipatan langit didalamnya. Tetapi perempuan itu ingin menghancurkan serpihan langit itu supaya tidak ada bayang-bayang Seno di kehidupannya.
  
     Perempuan itu juga sudah menghayati cintanya, tanpa perlu diberikan potongan langit itu. Perempuan itu khawatir dengan penderitaan yang akan dirasakan potongan langit itu yang diselipkan di lipatan kertas surat.

     Alhasil, surat dan potongan langit itu ia sobek dan dibakar. Ia lakukan itu agar langit yang indah kembali seperti sedia kala. Walaupun perempuan itu merasa menjadi pengkhianat yang telah memusnahkan cinta dan segalanya yang telah Seno berikan kepadanya.

     Kemudian ada cerpen berjudul Untuk Elisa, yang menceritakan tentang lelaki yang setiap malam selalu menemani seorang gadis bermain piano di dalam bangunan di sebuah kampus. Lelaki itu hanya menemani saja tanpa diminta.

     Gadis itu selalu memainkan Fur Elise mahakarya Beethoven. Lelaki itu tidak pernah menanyakan mengapa gadis itu selalu memainkan lagu itu.

     Selanjutnya, cerpen berjudul Sungai, yang menceritakan tentang seseorang yang bersahabat dengan sungai. Ia mencintai kelokan sungai itu. Ketika dipandang dari atas, seperti lukisan abstrak. Ia juga mengagumi suara riciknya serta terpesona dengan gemuruh suara airnya yang terjun dari ketinggian.


Komentar:
     Kelebihan dari kumpulan cerpen Menghardik Gerimis ini ialah bahasanya menarik dan mudah dimengerti. Sebab, menggunakan bahasa sehari-hari. Serta membuat ceritanya itu seolah-olah hidup dan bernyawa di dalam kehidupan kita. Seperti versi pandangan sebuah benda jika benda itu hidup. Misalnya saja cerpen Jalan Lurus.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar