Resensi
Novel “Hafalan Shalat Delisa”
Judul : Hafalan Shalat Delisa
Pengarang : Tere Liye
Tebal Buku : v + 248 halaman
Penerbit : Republika
Cetakan : VI, Januari 2008
Pengarang : Tere Liye
Tebal Buku : v + 248 halaman
Penerbit : Republika
Cetakan : VI, Januari 2008
Ringkasan:
Novel ini menceritakan seorang anak
perempuan bernama Delisa yang tinggal di Aceh yang berumur enam tahun. Delisa
adalah seorang anak yang polos dan suka bertanya. Ia tinggal bersama Umi dan
ketiga kakaknya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya
bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Ia anak dari abinya yang bernama
Usman dan uminya bernama Salamah. Abinya tidak berada di Aceh dikarenakan harus
mencari nafkah untuk keluarganya.
Delisa
seorang anak sekolah yang lugu. Ia suka bermain dengan kakak-kakaknya dan
teman-temannya. Ia juga taat beribadah. Ketika Delisa mendapatkan tugas dari
Ibu Guru Nur, yaitu tugas menghafal bacaan sholat. Lalu, ia bercerita tentang
tugas itu kepada uminya. Supaya Delisa semangat menghafal, Uminya memberi
motivasi yang berjanji akan memberikan hadiah jika ia berhasil menghafalkan
bacaan sholat.
Ketika
di toko perhiasan, Delisa disuruh memilih kalung. Kalung pilihan Delisa terdapat
liontin D untuk Delisa, sedangkan Abi akan membelikan sepeda untuk hafalan
sholatnya jikalau lulus. Sehingga Delisa semakin semangat menghafal.
Pagi
itu hari minggu tanggal 24 Desember 2004, Delisa mempraktikkan hafalan
sholatnya di depan kelas. Tiba-tiba Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR yang disertai
tsunami melanda Aceh. Seketika keadaan
berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Salah satunya
Umi Salamah yang terus menerus memanggil nama Delisa. Namun, Delisa tetap
melanjutkan hafalan sholatnya. Ketika hendak sujud yang pertama, air itu telah
menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa belum
sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya. Enam hari Delisa tergolek
antara sadar dan tidak. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith yang
kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi prajurit Salam. Bahkan
pancaran cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith untuk
bermu’alaf.
Beberapa
waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung membaik juga
tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang ibu yang di rawat sebelahnya melakukan
sholat tahajud, pada bacaan sholat dimana hari itu hafalan shalat Delisa
terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki Delisa harus
diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan lebam disekujur
tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini telah membawa ke
pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang mengharukan. Abi tidak menyangka Delisa
lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah.
Beberapa bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Aceh, Delisa sudah bisa menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama abinya. Hidup di barak pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat. Beberapa bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya.
Beberapa bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Aceh, Delisa sudah bisa menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama abinya. Hidup di barak pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat. Beberapa bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya.
Akhir
dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Sebelumnya malam
itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan
permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya. Kekuatan itu
telah membawa Delisa pada kemudahan menghafalnya. Delisa mampu melakukan Sholat
Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan
terbalik. Hafalan sholat karena Allah, bukan karena sebatang coklat, sebuah
kalung, ataupun sepeda. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di tepian
sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah benda,
cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Delisa menemukan kalung D
untuk Delisa dalam genggaman tangan manusia yang sudah tinggal tulang. Tangan
manusia yang sudah tinggal tulang itu tidak lain adalah milik Ummi Delisa.
Delisa sangat terkejut.
Komentar:
Keunggulan
dari buku ini, yaitu ceritanya yang dapat diterima semua kalangan dan bahasanya
mudah dimengerti. Kekurangan dari buku ini ialah masih ada kata yang kurang
dapat dipahami atau dimengerti oleh beberapa kalangan, seperti bahasa daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar