Sabtu, 28 Desember 2019

Resensi Novel "Pingkan Melipat Jarak" karya Sapardi Djoko Darmono


Resensi Novel “Pingkan Melipat Jarak”
34501430

Judul : Pingkan Melipat Jarak (Trilogi Hujan Bulan Juni #2)
Penulis : Sapardi Djoko Damono (2017)
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : Paperback, vi+121 halaman

Ringkasan:
     Berawal dari ayahnya yang membawa benda antik berupa cermin ke Jawa yang telah puluhan tahun dipakai Hartini. Cermin itu benda keramat.
     Sudah lebih dari sejam Pingkan berada didepan cermin itu. Setiap ia bercermin, ia ingat kata ibunya bahwa cermin. Itu sudah dipakainya sejak ia rmaja di Makassar. Setelah 1 jam terdiam, untuk pertama kalinya ia bayangkan seperti apa raut muka ibunya sebelum pindah ke Jawa. Tetapi, tidak ada wajah Ibunya di cermin sore itu. Hanya wajahnya sendiri yang menjadi setua ibunya. Tiba – tiba, dari dalam cermin itu ibunya muncul membuka pintu kamar, berdiri menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata. Dan ternyata itu bukan ibunya, tetapi hanya bayangan saja.
     Pingkan ingin sering menutup mata dan telinga agar batas maya itu tidak ada, agar segalanya ada disini dan terjadi saat itu juga.
     Ternyata ada laki-laki pemuda Jepang yang bernama Katsuo. Pemuda ini jatuh cinta dengan Pingkan.
     Malamnya, Ibu Pelenkahu, Ibu dari Pingkan, mengajak Pingkan dengan suara tegas. Seketika Pingkan langsung menuruti perintah dari ibunya. Dan ternyata Katsuo menunggu di rumah sakit. Tetapi, Pingkan tidak begitu memperhatikan mengapa Katsuo di rumah sakit. Ketika ia keluar dari kamar, ia menuju teras, dilihatnya foto-foto yang menempel di dinding. Foto-foto tersebut ialah foto dari keluarga Pingkan. Ada ayah, ibu, Toar, dan Pingkan di dalam foto tersebut. Lalu Pingkan menghentikan langkahnya. Ia ingat jika ia belum mengganti pakaiannya, ia mencari jaketnya. Setelah itu, Pingkan dan ibunya pergi menggunakan kereta untuk menemui Bu Hadi yang merupakan ibu dari Sarwono. Sarwono ialah lelaki yang dicintai Pingkan.
     Suatu pagi, Katsuo sudah berada dirumah Pingkan. Ia mengungkapkan kekhawatirannya pada Pingkan. Ketika itu, Ibu Palenkahu sedang berada di dapur dan mendengar pembicaraan mereka berdua. Ibunya sangat ketakutan lalu ia menangis. Ia takut kehilangan anaknya seperti kehilangan ayahnya dulu. Pingkan mengetahui hal itu, lalu ia memeluk ibunya dan mengatakan bahwa ia tidak akan pergi meninggalkan ibunya.
     Katsuo ialah pemuda yang diam-diam mencintai Pingkan. Disamping itu, Katsuo juga sudah berjanji pada ibunya ia akan menerima gadis Jepang. Tetapi, Katsuo ingin selalu bersama dengan Pingkan. Dan dirancangan akalnya, gadis itu akan ia ajak melanjutkan studi di Kyoto.
     Ternyata Pingkan gagal menemui Sarwono dirumah. Sebab Pak Hadi, ayah Sarwono melarangnya. Tetapi Pingkan tetap diajak Bu Hadi ke rumah Sarwono dan disana Sarwono mengira Pingkan itu Galuh. Padahal Pingkan tidak mengenali Galuh itu siapa.
     Katsuo berusaha menghubungi Pingkan melalui berbagai aplikasi tetapi gagal. Maksud darinya ingin melindungi Pingkan dari Pak Hadi yang rencananya ingin membawa Sarwono ke Jakarta atau Jepang.
     Katsuo telah menjelaskan betapa pentingnya peran Sarwono jika bisa membantu Universitas untuk mengembangkan penelitian, terutama yang berkaitan dengan pergeseran masyarakat pra-modern ke modern di negara berkembang.
     Katsuo sempat ditanya oleh Sensei tentang perasaannya kepada Pingkan. Tetapi ia tidak bisa menjawab. Sebab, ia ingat pesan ibunya untuk menikahi gadis yang sejak kecil dikenalnya di Okinawa. Meskipun demikian, Pingkan telah menjadi bagian dari hidupnya.
     Sejak ia mengenal Pingkan ketika masih menjadi mahasiswa di Kyoto beberapa tahun yang lalu, ia merasa Pingkan adalah cinta pandangan pertamanya. Namun setelah ia mendengar kabar jika Sarwono akan menjadi calon suami gadis itu, ia berusaha untuk tidak menghubungi Pingkan. Dan kembali berjanji untuk menikahi Noriko, gadis yang diinginkan ibunya.
     Pak Hadi juga menginginkan agar Pingkan berada dalam pengawasan istrinya, selama Sarwono masih berada di rumah sakit. Hanya dengan cara itu, mereka bisa dipisahkan.
     Katsuo juga tidak menginginkan hubungannya dengan Pingkan terpisah. Ia tidak ingin meninggalkan gadis itu sendirian menghadapi masalah yang berkaitan dengan sakitnya Sarwono.
     Pada suatu ketika, Pingkan berada di pesawat terbang menuju Kyoto, beberapa hari kemudian ia melipat kertas kecil dan membentuk origami.

Komentar:
     Kelebihan dari novel ini, penokohannya dipertegas. Tetapi kekurangannya memiliki ending cerita atau akhir cerita yang kurang jelas. Sebab novel satu dengan lainnya saling berkaitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar